25.2 C
Pekanbaru
Kamis, 13 Februari 2025

Tradisi Perkawinan Suku Petalangan di Desa Palas Kecamatan Pangkalan Kuras Terjadi Perubahan 

BACE – Tradisi perkawinan suku Petalangan di Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau memiliki kekayaan budaya yang unik dan sarat makna.

Masyarakat Suku Petalangan di Desa Palas ini memiliki tradisi perkawinan yang diwariskan kepada anak cucu turun temurun dari nenek moyang mereka yang merupakan suku Melayu.

Kebiasaan yang dikonsepkan sebagai tradisi ini, karena bersifat turun-temurun, sukar untuk terlepas dalam masyarakat. Namun saat ini terjadi pergeseran dan perbedaan dalam tahapan perkawinan yang disebabkan karena beragam kebudayaan atau kultur.

Maka dari itu Mahasiswa Program Studi Hukum Fakultas Komunikasi dan Hukum Universitas Hang Tuah Pekanbaru tertarik melakukan penelitian dengan judul “Tradisi Perkawinan Suku Petalangan di Desa Palas Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan”.

Mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini adalah, Cindy Aria Sari, Wandri, Eben Ezer, Ria Risky, Marianto, Nur Ainiyah, Bagus Juniawan, Raemon, Muhammad Anugrah, Dedek, Ardy Yufri, Herman, Fotni Andika, Ir. Budi, dan Rahmadi turun langsung melakukan observasi.

Penelitian ini diawali dengan menjumpai Batin Sengeri yang sekaligus Kepala Desa (Kades) Palas, Haji Hamsari AS, dan Tokoh Masyarakat setempat dengan tujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya pergeseran dan perbedaan dalam tahapan perkawinan suku Petalangan.

Pergeseran adat istiadat atau teknologi dan perubahan sosial mempengaruhi perubahan adat istiadat, walaupun tidak terlalu signifikan. Tradisi atau adat istiadat perkawinan memiliki makna dan kaidah atau aturan yang harus ditaati, apabila dilanggar akan menerima sanksi adat.

Pada penelitian ini penulis menggunakan teori sistem sosial dan teori perubahan sosial dengan memfokuskan permasalahan pada tahapan tradisi perkawinan Suku Petalangan di Desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan.

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini dilakukan karena Desa Palas merupakan daerah konsentrasi komunitas Melayu Petalangan baik mereka yang masih hidup secara sederhana maupun yang sudah modern.

Desa Palas ini merupakan pusat budaya Petalangan yang sampai saat ini masih terpelihara, mempunyai nilai tinggi serta dihargai masyarakat. mendeskripsikan suatu fenomena dimana terdapat suatu tradisi yang masih bertahan dan selalu dilaksanakan.

Menurut penuturan Batin Sengeri, Haji Hamsari AS, dalam sistem perkawinan masyarakat Petalangan sendiri, Ninik mamak masing-masing suku memainkan peran kunci dalam mengatur perkawinan anak kemenakannya, melebihi peran orang tua kedua belah pihak.

Ninik mamak dari pihak laki-laki akan melamar kepada keluarga pihak perempuan dan mengatur pertemuan dengan Ninik-mamak pihak perempuan. Mereka juga memutuskan waktu dan tempat acara perkawinan dilaksanakan.

Selain itu, masing-masing Ninik-mamak berperan penting dalam menjalankan dan melaksanakan sistem denda adat dan ketat dalam adat istiadat perkawinan’. oleh karena itu penulis akan memaparkan mengenai pelaksanaan dari tradisi Perkawinan Suku Petalangan di desa Palas.

Sebelum tardisi perkawinan dilaksanakan sesuai adat, terlebih dahulu dilaksanakan pra-perkawinan yang merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum upacara perkawinan dilaksanakan.

Berikut beberapa alur perkawinan sesuai adat suku Petalangan:

Yang pertama dilaksanakan menjarum-Jarum, meminang, mengantar seserahan, menyaum-nyaum, gotong royong, Pengajian dan Doa.

Menjarum-Jarum

Prosesi lamaran dalam adat Melayu Riau diawali dengan proses menjarum-jarum atau disebut dengan ‘merisik’. Proses ini dilaksanakan secara diam-diam oleh pihak lelaki kepada kekasih yang dilamar.

Lamaran (Meminang)

Bajat Batamu. Keluarga calon pengantin pria mengunjungi keluarga calon pengantin wanita untuk menyampaikan niat melamar.

Pertemuan ini biasanya dilakukan dengan penuh tata krama dan disertai pembicaraan antara orang tua kedua belah pihak.

Pertunangan (Manggaru)

Setelah lamaran diterima, dilakukan acara pertunangan yang sering disebut “manggaru.” Dalam acara ini, kedua keluarga bertukar tanda atau simbol pertunangan sebagai bukti kesepakatan kedua belah pihak.

Persiapan Pernikahan

Keluarga kedua belah pihak mulai mempersiapkan segala kebutuhan untuk pernikahan, termasuk pakaian adat, makanan, dan perlengkapan upacara. Persiapan ini melibatkan seluruh keluarga dan masyarakat sekitar.

Upacara Adat Pra-Pernikahan

Siraman. Sebelum hari pernikahan, dilakukan upacara siraman sebagai simbol penyucian diri bagi calon pengantin.

Nasi Hadang. Tradisi memberikan nasi hadang (hidangan nasi) kepada tetua adat dan kerabat sebagai tanda syukur dan memohon restu.

Hari Pernikahan

Penjemputan Pengantin Wanita (Bajapuik). Pada hari pernikahan, pihak keluarga pengantin pria menjemput pengantin wanita dari rumahnya. Prosesi ini dilakukan dengan penuh tata cara dan diiringi musik tradisional.

Akad Nikah. Upacara akad nikah dilakukan dengan tata cara Islam, di mana ijab kabul diucapkan di hadapan penghulu dan saksi.

Upacara Adat Pasca-Akad

Berinai. Tradisi menghias tangan dan kaki pengantin wanita dengan inai sebagai simbol kecantikan dan keberkahan.

Beri Nasi Kuning. Setelah akad nikah, pengantin diberikan nasi kuning oleh orang tua sebagai simbol kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangga.

Resepsi Pernikahan. Resepsi biasanya diadakan di rumah pengantin wanita dan dihadiri oleh keluarga besar, kerabat, dan masyarakat setempat. Acara ini diisi dengan berbagai hiburan tradisional, seperti tari-tarian dan musik daerah.

Pantangan dan Adat

Pasangan pengantin harus mematuhi berbagai pantangan selama prosesi pernikahan, seperti larangan melihat cermin atau keluar rumah sebelum upacara selesai. Ini dimaksudkan untuk menjaga kesakralan upacara dan keberkahan pernikahan.

Tradisi perkawinan suku Petalangan ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, penghormatan kepada orang tua dan leluhur, serta pelestarian adat istiadat yang diwariskan turun-temurun.

Masyarakat suku Petalangan sangat menjaga dan menghormati tradisi ini sebagai bagian dari identitas budaya mereka.

Namun dari beberapa pemaparan prosesi perkawinan Suku Petalangan tersebut, penetiliti menemukan beberapa tahapan tradisi perkawinan Suku Petalangan yang mengalami perubahan dan pergeseran.

Perubahan mode pakaian misalnya, dalam tradisi perkawinan suku Petalangan mode pakaian yang dikenakan pada saat acara perkawinan sudah mengalami perubahan yang mana dulunya hanya menggunakan pakaian yang dijahit sendiri yang kain nya didapat dari hantaran pihak pengantin laki-laki.

Namun pada saat ini pakaian pada acara perkawinan suku Petalangan untuk kedua pengantin sudah disediakan langsung oleh seseorang yang akan merias pengantin atau yang dapat disewa, serta mode pakaian dapat sesuai selera calon pengantin.

Sedangkan perubahan besar adalah perubahan yang dapat membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan dan membawa pengaruh pada struktur sosial. Misalnya suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat.

Berikut matrik perubahan sistem perkawinan Suku Petalangan, sebagai berikut :

Terlihat dari matrik perubahan sistem perkawinan di Suku Petalangan bahwasanya terdapat 10 tahapan yang berubah.

Dari mulai Pra-perkawinan yang berubah ada 6 tahapan yaitu tahapan Menyaum-nyaum, Tando Kocik, Melarikan Tando, Menggantung, Mengukui, Berandam dan Berinai. Pada tahapan Perkawinan ada 2 Tahapan yang berubah yaitu tahapan makan nasi berhadap-hadapan, dan prosesi bersanding.

Kemudian pada tahapan Pasca-Perkawinan ada satu tahapan yang berubah yaitu pada sistem perkawinan masyarakat Suku Petalangan laki-laki setelah menikah akan tinggal dirumah orang tua pengantin perempuan atau dirumah mertuanya. Namun pada saat ini sistem tersebut sudah mengalami perubahan.

Perubahan yang terjadi pada tahapan perkawinan masyarakat Suku petalangan tidak terlalu mempengaruhi nilai-nilai perkawinan pada masyarakat itu sendiri. Ada beberapa tradisi yang masih digunakan hingga saat ini dan itu memiliki nilai dan fungsi yang sama dengan tradisi terdahulu.

Faktor Pendorong Perubahan Tahapan Tradisi Perkawinan Masyarakat Suku Petalangan di Desa Palas.

Perubahan pada masyarakat tradisional yang biasanya dipengaruhi oleh masuknya arus globalisasi, seperti yang dikemukan oleh Hannerz, dimana Hannerz mengemukakan ada empat kemungkinan yang akan terjadi dari pengaruh globalisasi dimasa yang akan datang.

Pertama, homogenisasi global, dimana kultur barat akan mendominasi seluruh dunia. Seluruh dunia akan menjadi jiplakan gaya hidup, pola konsumsi, nilai dan norma, serta gagasan dan keyakinan masyarakat barat. Kedua, versi khusus dari proses homogenisasi global yang disebut kejenuhan.

Tekanannya pada dimensi waktu, makin pelan makin bertahap masyarakat pinggiran menyerap pola kultur barat, makin menjenuhkan mereka. Dalam jangka panjang, setelah melewati beberapa generasi maka bentuk, makna dan penghayatan kultur lokal akan lenyap dikalangan masyarakat pinggiran.

Inilah homogenisasi dimensi historis. Ketiga, kerusakan kultur pribumi dan kerusakan kultur barat yang diterima. Bentrokan dengan nilai kultur pribumi makin merusak nilai kultur barat yang diterima. Dan yang keempat, disebut dengan kedewasaan, dimana penerimaan modernisasi yang dipengaruhi oleh kultur barat melalui dialog dan pertukaran yang lebih seimbang seperti dialog maupun interaksi yang terjadi sehari-hari.

Seperti yang dikemukakan oleh Hannesz diatas, faktor globalisasi yang dipengaruhi oleh budaya barat sehingga menyebabkan terjadi pola perubahan pada masyarkat tradisional. Dan berikut mengenai faktor-faktor penyebab perubahan sistem pekawinan masyarakat Suku Petalangan.

Faktor Sistem Pendidikan Formal Yang Maju

Faktor Materialisme

Faktor Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain

Pencampuran Kebudayaan

Dalam menentukan subyek dalam penelitian ini dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik yang digunakan apabila informan khusus berdasarkan tujuan riset. Sedangkan orang-orang dalam populasi tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijalankan sampel.

Kesimpulan dalam penelitian ialah, ada tiga tahapan pada prosesi perkawinan masyarakat Suku Petalangan di desa Palas, yakni tahapan sebelum perkawinan atau Praperkawinan yang terdiri dari menyaum-nyaum, tando kocik, tando godang, melarikan tando, berkampung, menggantung, mengukui atau memasak, berandam, dan berinai.

Tahapan perkawinan yang terdiri dari akad nikah, khatam Al-Qur’an, mangante, menyembah, tepuk tepung tawar, makan nasi hadaphadapan, dan Upacara bersanding dipelaminan. Tahapan setelah perkawinan atau pasca perkawinan yaitu pengantin baru dilarang keluar rumah selama tiga hari berturut-turut, dan pengantin laki-laki setelah menikah akan tinggal dirumah orang tua pengantin perempuan.

Tahapan-tahapan ini sudah mengalami perubahan, baik itu perubahan terkecil maupun perubahan terbesar sekalipun seiring dengan perkembangan zaman. Perlahan sistem perkawinan tersebut mengalami perubahan baik secara cepat maupun secara lambat.

Perubahan pada tahapan prosesi perkawinan Suku Petalangan di desa Palas terjadi karena adanya faktor pendorong perubahan diantaranya yaitu faktor sistem pendidikan formal yang semakin maju, faktor materialisme, faktor pengaruh masyarakat lain dan faktor pencampuran kebudayaan yang disebabkan oleh adanya perkawinan dan lain sebagainya.

Dari kesimpulan yang telah dipaparkan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran mengenai perubahan yang terjadi pada tradisi perkawinan Suku Petalangan di desa Palas, Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan. Adapun saran-saran yang ingin penulis sampaikan adalah :

Supaya masyarakat Petalangan tidak meninggalkan adat perkawinan yang secara turun temurun telah mereka laksanakan. Ada beberapa perubahan baik memang yang telah terjadi setelah masyarakat Petalangan mengenal teknologi yang memudahkan segala hal, ada baiknya jika tradisitradisi yang lalu masih bisa dipertahankan seperti baobab, basalung, dan nyanyian panjang yang mencerminkan kebudayaan suku Petalangan pada saat upacara perkawinan, agar tetap dijaga dan dilestarikan agar tetap bertahan disetiap generasi.

Diharapkan para orang tua dan tokoh-tokoh adat dapat menurunkan tradisi-tradisi seperti silat atau permainan alat musik seperti baobab dan salung kepada anak cucu mereka. Hal ini dikarenakan supaya tradisi tersebut tetap terjaga dan tidak tergerus zaman.

Pemerintah juga diharapkan lebih memperhatikan masyarakat Petalangan yang ada di Desa Palas Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan. Bagaimanapun mereka adalah salah satu kekayaan budaya yang dimiliki indonesia. Diharapkan kepada pemerintah agar dapat memberikan bantuan baik moril maupun materil dalam pelestarian budaya khususnya.

 

Penulis: Cindy Aria Sari, Wandri, Eben Ezer, Ria Risky, Marianto, Nur Ainiyah, Bagus Juniawan, Raemon, Muhammad Anugrah, Dedek, Ardy Yufri, Herman, Fotni Andika, Ir.Budi, dan Rahmadi (Mahasiswa Program Studi Hukum Fakultas Komunikasi dan Hukum Universitas Hang Tuah Pekanbaru)

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Temukan Kami

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Artikel Terbaru