PASIRPENGARAIAN – Menurut Suherman SH selaku kuasa hukum PA bahwa, kliennya dipaksa berhubungan badan saat berada di Perkebunan Sawit. Dia menyebutkan PA diperkosa atau dipaksa melakukan sex oleh PM di kebun sawit.
Kemudian pada saat pemerkosaan si PM ini kejang-kejang dan mulutnya keluar busa dan langsung lemas, dan PA mendorong membalikkan badan si PM (korban-red), kemudian PM meninggal dengan seketika. Lalu PA pulang nangis-nangis mengadu ke kakaknya YY. Pada akhirnya YY menelpon B teman lelakinya minta solusi, kemudian YY dan B menuju ke tempat kejadian peristiwa (TKP) untuk melihat.
“Namun B dan YY mengambil handphone dan motor korban dengan tujuan supaya barang bukti di TKP hilang dan seolah-olah kejadian ini seperti perampokan. Jadi peran B dan YY hanya sebatas menyembunyikan barang bukti setelah kejadian, justru anehnya, semuanya di kenakan pasal 338 pembunuhan dan pencurian pemberatan pasal 365 ayat 3, dimana kasus membunuhnya,” ungkap Suherman.
Suherman menambahkan, sebagai kuasa hukum PA dan YY meminta pihak kepolisian untuk bersikap adil dengan mengedepankan perspektif perlindungan perempuan dalam proses penyidikan dan berpegang kepada ketentuan Pasal 49 Ayat (1) dan (2) KUHP.
“Ironisnya, kline kami PA membela diri, kok jadi tersangka pembunuhan, seharusnya klien kami mendapatkan perlindungan dari negara, tentu kalau kita mempunyai anak perempuan, atau saudara, adik atau kakak perempuan tentu kita tidak akan menerima keadaan itu kalau terjadi kepada keluarga kita atau diri kita sendiri,” tegasnya.
“Sekarang ini klien kami PA harus menderita di jeruji besi atas perbuatan yang tidak pernah ia lakukan. Bukan hanya dia, keluarganya pun turut menderita, karena PA ini mempunyai Anak 3 orang semuanya masih kecil, yang paling kecil usia 8 bulan dan masih menyusui badan,” tambah Suherman.
Sebagai penasihat hukum, Suherman meminta kasus ini harus menjadi atensi dan bila perlu di ambil alih oleh Polda Riau, karena diduga ada pemutar balikkan fakta yang korban pemerkosaan berubah menjadi tersangka, Dia meminta kepada Kapolri, dan Kapolda Riau untuk memberikan atensi atas kasus ini.
“Kami meragukan hasil otopsi yang disampaikan oleh penyidik, karena tidak logis dan masuk akal, masak seorang wanita yang lemah pada saat posisi dibawah diperkosa, bisa mencekik keatas dan mematahkan leher tulang PM. Kami meminta dilakukan upaya otopsi ulang kembali yang objektif, apakah benar-benar dilakukan otopsi atau hanya sekedar visum saja, kita sangat meragukan akan hal itu,” terang Suherman.