PASIRPENGARAIAN – Era globalisasi ditandai dengan adanya perkembangan teknologi, telekomunikasi, dan transportasi, sejak awal abad ke-20. Globalisasi memberikan kemudahan bagi manusia di dunia untuk berinteraksi dan perlahan menghilangkan perbedaan yang membatasi mereka. Globalisasi merujuk pada meningkatnya ketergantungan antara pemerintah, perusahaan bisnis, organisasi nirlaba, dan penduduk secara individu.
Menurut Sekum HMI Komisariat Hukum Universitas Pasir Pengaraian (UPP), M Ridho Nasution, Kamis (26/01/2023) mengatakan, mengutip dari buku Martin Albrow yang berjudul Birokrasi menjelaskan bahwa secara umum pengertian globalisasi adalah seluruh proses penduduk yang terhubung ke dalam komunitas dunia atau komunitas global dengan lokasi lainnya serta menyebabkan terjadinya perubahan pada keduanya. Dalam pengertian ini globalisasi dapat diartikan sebagai keterbukaan akses informasi, teknologi, sosial dan budaya dalam suatu daerah ke daerah lain.
“Sehingga arus globalisasi dinilai dapat memberikan peluang kompetitif bagi negara-negara maju (seperti Amerika, Eropa, dan Jepang) yang memiliki kekuatan secara global di bidang keamanan ekonomi, sosial, budaya, politik, dan militer, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, bagi Indonesia sebagai negara dunia ketiga yang kaya akan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya yang melekat padanya, globalisasi akan menghadirkan peluang dan tantangan yang harus diwaspadai,” paparnya.
Lanjutnya, beberapa bentuk tantangan di era globalisasi, antara lain liberalisasi, westernisasi, internasionalisasi, dan universalisasi. Tantangan lainnya adalah bagi pertahanan dan keamanan bangsa, lemahnya rasa identitas nasional, menyebabkan pemahaman ekstremis yang mudah mempengaruhi dan menyusup ke remaja Indonesia sehingga mudah disusupi oleh pola pikir dan kepentingan inflitrasi ideologi oleh komunitas yang tidak bertanggung jawab dan rentan terjadinya perpecahan.
“Hal ini diperkuat dengan teori fakta sosial Durkheim yang mengatakan gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu, fakta sosial memaksa individu, dan fakta sosial bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam masyarakat. Artinya proses inflitrasi nilai ideologi dapat tersebar secara masif apabila informasi mengenai idologi yang masuk terus dikumandangkan secara masif. Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) merupakan suatu pedoman bagi kader HMI dalam menjalankan aktivitasnya,” terangnya.
Ridho juga mengutip perkataan dari Cak Nur dalam Buku Nilai-Nilai Dasar Perjuangan yang ditulis oleh Azhari Akmal Tarigan, bahwa NDP sebagai landasan bagi kader HMI dalam mengatasi persoalan memudarnya semangat keislaman, baik dalam pemikiran maupun gerakan keumatan, yang terjebak pada pragmatisme sempit, dan terkungkung pada romantisisme sejarah kebesaran masa lalu. Yang menyebabkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) disangsikan tidak lagi mampu memainkan peran profetik di masa depan.
“Maka HMI harus mampu mengembalikan tauhid sebagai paradigma gerakan HMI dan mampu menerjemahkan kembali wawasan keIslamannya seperti yang termuat dalam Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) dengan melakukan kontekstualisasi dengan persoalan kekinian, baik yang bersentuhan langsung dengan umat maupun dinamika bangsa yang terus berubah. Nilai-nilai dasar perjuangan HMI merupakan kumpulan nilai dasar perjuangan yang harus terinternalisasi ke dalam diri seorang kader,” paparnya.
Ditambahkannya, Nilai-nilai tersebut akan menjelma ke dalam perilaku dan aktivitas keseharian kader, baik dalam aras kehambaan maupun kekhalifahan pengembangan NDP di Era Globalisasi, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) bukan sebuah pedoman yang hanya untuk dihayati, namun juga untuk diimplementasikan dalam gerak perjuangan kader HMI Era globaliasi merupakan zaman yang harus siap di hadapi para masyarakat, terutama kader HMI harus mampu menjadi pelopor kemajuan dengan tetap membawa ghirah perjuangan yang diilhami dari NDP.
“Relevansi zaman haruslah diikuti oleh Himpunan Mahasiswa Islam agar tidak tertinggal dengan kemajuan zaman yang terus berkembang, Terutama dalam era digitalisasi haruslah menjadi bahan kajian kader HMI untuk dapat membuat sebuah platform perubahan yang kemudian diterapkan dalam kehidupan masyarakat menuju Civil Society Transformasi teknologi digital turut mempengarusi para kader HMI yang kini terjebak pada permasalahan yang justru tidak strategis, tidak produktif, bahkan cenderung destruktif yang semakin kompleks dan terakumulasi begitu baik dan menipu kemampuan yang seharusnya dimiliki untuk bisa mengidentifikasi dan merumuskan berbagai jawaban atas tantangan yang ada dengan berorientasi pada jangka panjang guna meningkatkan kualitas SDM menyesuaikan peran HMI sebagai organisasi perjuangan,” ujarnya.
“Perlu adanya revitalisasi dari internal HMI seperti pembenahan metode training baik LK 1, 2,3 dan training lainnya. Penguatan kembali arah gerak HMI sebagai organisasi perjuangan dan perkaderan yang mampu menyentuh masyarakat agar terwujudnya masyarakat adil Makmur yang Diridhoi Allah SWT,” tambah Ridho.